Senin, 06 Mei 2013

Dispepsia



A. Pendahuluan

Sindroma dispepsia lebih dikenal masyarakat umum sebagai penyakit maag (walaupun sebenarnya kurang tepat, karena maag berasal dari bahasa Belanda, yang berarti lambung. Padahal keluhan yang mun cul pada penyakit mag tidak selalu berasal dari lambung).
Prevalensi penyakit ini beragam, sebagian besar penelitian menunjukkan, hampir 25 % orang dewasa mengalami gejala dyspepsia pada suatu waktu dalam hidupnya.

Suatu survey menyebutkan, sekitar 30% orang yang berobat ke dokter umum disebabkan gangguan saluran cerna terutama dyspepsia. Dan 40 – 50 % yang dating ke specialis disebabkan gangguan pencernaan, terutama dyspepsia.
B. Pengelompokan

Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti "pencernaan yang jelek".

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit, rasa penuh dan panas di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan rasa nyeri dan panas pada ulu hati.

Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:
Dispepsia organik, dyspepsia yang telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.

Dispepsia organic dikategorikan menjadi :
Gastritis
Ulkus peptikum
Stomach cancer
Gastro-Esophangeal reflux Disease
Hyperacidity
dll.
Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya.

Dispepsia fungsional dibagi atas 3 subgrup yaitu:
Dispepsia mirip ulkus {ulcer-likedyspepsia) bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati;
Dispepsia mirip dismotilitas (dysmotility-likedyspepsia) bila gejala dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang;
Dyspepsia non-spesific yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan (a) maupun (b).
C. Dispepsia Fungsional

Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional berhubungan dengan ketidaknormalan pergerakan usus (motilitas) dari saluran pencernaan bagian atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung atau gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal.

Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu banyak udara. Misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya cair).

Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus. Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi.

Mereka yang sensitif atau alergi terhadap bahan makanan tertentu, bila mengonsumsi makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan gangguan pada saluran cerna. Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik makrolides, metronidazole), dan kortikosteroid. Obat-obatan itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia.

Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang berlebihan.
1. Definisi

Dispepsia Fungsional adalah dispepsia non ulkus (DNU), Dispepsia yang tidak jelas penyebabnya.
2. Etiologi /Penyebab
Perubahan pola makan
Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang lama
Alkohol dan nikotin rokok
Stres
Tumor atau kanker saluran pencernaan
3. Manifestasi Klinik / Gejala klinis
Nyeri perut (abdominal discomfort)
Rasa perih di ulu hati
Mual, kadang-kadang sampai muntah
Nafsu makan berkurang
Rasa lekas kenyang
Perut kembung
Rasa panas di dada dan perut
Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)
4. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.
5. Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.
6. Pengobatan
Penatalaksanaan non farmakologis
Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
Atur pola makan
Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena proses patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF reponsif terhadap placebo.

Obat-obat yang digunakan untuk kondisi dyspepsia antara lain :
Antacid (menetralkan asam lambung)

Contohnya : Al, Mg, Ca, OH, Almagate, Hidrotalcite
Golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung)

Contohnya : Pirenzepin,
Golongan obat antagonis reseptor H2

Contohnya : Ranitidin, Simetidin, Famotidin,
Golongan Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Contohnya : Omeprazole, Esomeprazole, pantoprazole, Lansoprazole, Rabeprazole
Golongan Sitoprotektif

Contohnya : Sucralfat, koloid bismuth

Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung) golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik (mencegah terjadinya muntah)
7. Test Diagnostik

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya. Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan, selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis, endoskopi, USG, dan lain-lain.
Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.
USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan
Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

» Forum untuk sementara tidak dapat diakses


Gastritis
Gastritis berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan
GERD
Refluks gastroesofagus merupakan kelainan saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh refluks gastroesofagus patologik yang frekuensinya cukup tinggi di negara maju.
Ulkus
Ulkus Peptikum adalah luka berbentuk bulat atau oval yang terjadi karena lapisan lambung atau usus dua belas jari (duodenum) telah termakan oleh asam lambung dan getah pencernaan. Ulkus yang dangkal disebut erosi.


 sumber : http://www.lambungsehat.com/index.php?mod=maag&id=3

0 komentar:

Posting Komentar