Senin, 06 Mei 2013

Obat yang digunakan pada Infeksi saluran napas

ANTIBIOTIKA

Antibiotika digunakan dalam terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dengan tujuan sbb :

• Terapi empirik infeksi
• Terapi definitif infeksi
• Profilaksis non-Bedah
• Profilaksis Bedah
Sebelum memulai terapi dengan antibiotika sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi benar-benar ada. Hal ini disebabkan ada beberapa kondisi penyakit maupun obat yang dapat memberikan gejala/ tanda yang mirip dengan infeksi. Selain itu pemakaian antibiotika tanpa didasari bukti infeksi dapat menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun potensi Reaksi Obat Berlawanan (ROB) yang dialami pasien. Bukti infeksi dapat berupa adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis, inflamasi di tempat infeksi, produksi infiltrat dari tempat infeksi, maupun hasil kultur. Kultur perlu dilaksanakan pada infeksi berat, infeksi kronik yang tidak memberikan respon terhadap terapi sebelumnya, pasien immunocompromised, infeksi yang menghasilkan komplikasi yang mengancam nyawa.

Jumlah antibiotika yang beredar di pasaran terus bertambah seiring dengan maraknya temuan antibiotika baru. Hal ini di samping menambah opsi bagi pemilihan antibiotika juga menambah kebingungan dalam pemilihan, karena banyak antibiotika baru yang memiliki spektrum bergeser dari antibiotika induknya. Contoh yang jelas adalah munculnya generasi fluoroquinolon baru yang spektrumnya mencakup bakteri gram positif yang tidak dicakup oleh ciprofloksasin. Panduan dalam memilih antibiotika di samping mempertimbangkan spektrum, penetrasi ke tempat infeksi, juga penting untuk melihat ada-tidaknya gagal organ eliminasi.

Berkembangnya prinsip farmakodinamika yang fokus membahas aksi bakterisidal antimikroba membantu pemilihan antibiotika. Prinsip ini mengenal adanya konsep:

· Aksi antimikroba yang time-dependent. 

Makna dari konsep ini adalah bahwa kadar antibiotika bebas yang ada dalam plasma harus di atas minimum inhibitory concentration (MIC) sebanyak 25-50% pada interval dosis untuk bisa menghambat maupun membunuh patogen. Proporsi interval dosis bervariasi tergantung spesien patogen yang terlibat. Sebagai contoh staphylococci memerlukan waktu yang pendek sedangkan untuk menghambat streptococci dan bakteri Gram negatif diperlukan waktu yang panjang. Antibiotika yang memiliki sifat ini adalah derivat a-laktam. Sehingga frekuensi memberian a-laktam adalah 2-3 kali tergantung spesien bakteri yang menjadi target.

· Aksi antimikroba yang concentration-dependent.

Aksi dijumpai pada antibiotika derivat quinolon, aminoglikosida. Daya bunuh preparat ini dicapai dengan semakin tingginya konsentrasi plasma melampaui MIC. Namun tetap sebaiknya memperhatikan batas Konsentrasi yang akan berakibat pada toksisitas.

· Post-antibiotic Effect (PAE). Sifat ini dimiliki oleh aminoglikosida, dimana daya bunuh terhadap Gram negatif batang masih dimiliki 1-2 jam setelah antibiotika dihentikan.

Berikut ini rangkuman tentang mekanisme kerja, spektrum aktivitas, prinsip dasar farmakokinetik pada beberapa antibiotika yang banyak digunakan dalam terapi infeksi saluran pernapasan.

1. PENICILIN

Penicilin merupakan derifat a-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnya terobosan dengan ditemukannya derivat penicilin seperti

methicilin, fenoksimetil penicilin yang dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas sp. Namun hanya Fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih dikenal dengan nama Penicilin V.

Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negatif sama sekali tidak dimiliki. Antibiotika ini diabsorbsi sekitar 60-73%, didistribusikan hingga ke cairan ASI sehingga waspada pemberian pada ibu menyusui. Antibiotika ini memiliki waktu paruh 30 menit, namun memanjang pada pasien dengan gagal ginjai berat maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg setiap 6 jam.

Terobosan lain terhadap penicilin adalah dengan . lahirnya derivat penicilin yang berspektrum luas seperti golongan aminopenicilin (amoksisilin) yang mencakup E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus a-laktamase inhibitor seperti klavulanat memperluas cakupan hingga Staphylococcus aureus, Bacteroides catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilin-klavulanat merupakan alternatif bagi pasien yang tidak dapat mentoleransi alternalif lain setelah resisten dengan amoksisilin.

Profil farmakokinetik dari amoksisilin-klavulanat antara lain bahwa absorpsi hampir komplit tidak dipengaruhi makanan. Obat ini terdistribusi baik ke seluruh cairan tubuh dan tulang bahkan dapat menembus blood brain barrier (BBB), namun penetrasinya ke dalam sel mata sangat kurang. Metabolisme obat ini terjadi di liver secara parsial. Waktu paruh sangat bervariasi antara lain pada bayi normal 3,7 jam, pada anak 1-2 jam, sedangkan pada dewasa dengan ginjal normal 07-1,4 jam. Pada pasien dengan gagal ginjal berat waktu paruh memanjang hingga 21 jam. Untuk itu perlu penyesuaian dosis, khususnya pada pasien dengan klirens kreatinin < 10 ml/ menit menjadi 1 x 24 jam.

2. CEFALOSPORIN

Merupakan derivat -aktam yang memiliki spektrum aktivitas bervariasi tergantung generasinya. Saat ini ada empat generasi cefalosporin, seperti tertera pada tabelberikut:

Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktivitas yang paling luas di antara generasinya yaitu mencakup pula Pseudominas aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah. Cefalosporin yang memiliki aktivitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah

ceftazidime setara dengan cefalosporin generasi keempat. namun aksinya terhadap bakteri Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktivitas generasi keempat sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif. bahkan terhadap Pseudominas aeruginosa sekalipun ,namun tidak terhadap B. fragilis.

Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti a-laktam lain yaitu berikatan dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian bakteri.

3. MAKROLIDA

Eritromisina merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik dari eritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin,midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin.

Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara amum meliputi Gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, streptococci a-hemolitik dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H.influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta peningkatan aktivitas terhadap H. Influenzae, Legionella pneumophila. Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi saluran pernapasan.

Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien.

4. TETRASIKLIN

Tetrasiklin merupakan agen antimikrobial hasil biosintesis yang memiliki spektrum aktivitas luas. Mekanisme kerjanya yaitu blokade terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S). Aksi yang ditimbulkannya adalah bakteriostatik yang luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma, bahkan rickettsia.

Generasi pertama meliputi tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari sebelumnya yaitu terdiri dari doksisiklin, minosiklin. Generasi kedua memilki karakteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yartg lebih luas karena profil lipofiliknya. Selain itu bioavailabilitas lebih besar, demikian pula waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam). Doksisiklin dan minosiklin tetap aktif terhadapstafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, En-terococcus yang resisten terhadap Vankomisin sekalipun tetap efektif.

5. QUINOLON

Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lomefloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktivitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagaipreparat parenteral yang memungkinkan penggunaannya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain.

Mekanisme kerja golongan quinolon secara umum adalah dengan menghambat DNA-gyrase. Aktivitas antimikroba secara umum meliputi, Enterobacteriaceae, P. aeruginosa, srtaphylococci, enterococci, streptococci, Aktivitas terhadap bakteri anaerob pada generasi kedua tidak dimiliki. Demikian pula dengan generasi ketiga quinolon seperti levofloksasin,gatifloksasin, moksifloksasin. Aktivitas terhadap anaerob seperti B. fragilis, anaerob lain dan Gram-positif baru muncul pada generasi keempat yaitu trovafloksacin. Modifikasi struktur quinolon menghasilkan aktivitas terhadap mycobacteria sehingga digunakan untuk terapi TB yang resisten, lepra,prostatitis kronik, infeksi kutaneus kronik pada pasien diabetes.

Profil farmakokinetik quinolon sangat mengesankan terutama bioavailabilitas yang tinggi, waktu paruh eliminasi yang panjang. Sebagai contoh ciprofloksasin memiliki bioavailabilitas berkisar 50-70%. waktu paruh 3-4 jam. serta konsentrasi puncak sebesar 1,51-2.91 mg/L setelah pemberian dosis 500mg. Sedangkan Ofloksasin memiliki bioavailabilitas 95-100%, dengan waktu paruh 5-8 jam, serta konsentrasi puncak 2-3mg/L paska pemberian dosis 400mg. Perbedaan di antara quinolon di samping pada spektrum aktivitasnya, juga pada profil tolerabilitas, interaksinya dengan teofilin, antasida, H2-Bloker, antikolinergik, serta profil keamanan secara umum. Resistensi merupakan masalah yang menghadang golongan quinolon di seluruh dunia karena penggunaan yang luas. Spesies yang dilaporkan banyak yang resisten adalah P. aeruginosa, beberapa streptococci, Acinetobacter spp, Proteus vulgaris, Serratia spp.

6. SULFONAMIDA
Sulfonamida merupakan salah satu antimikroba tertua yang masih digunakan. Preparat sulfonamid


sumber : http://farmasiku.com/index.php?target=pages&page_id=Obat_Infeksi_Saluran_Pernapasan

0 komentar:

Posting Komentar