Seperti yang telah disebut pada artikel terdahulu, Pengobatan Rasional
sesungguhnya merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis, dimana
terkait beberapa komponen, mulai dari diagnosis, pemilihan dan penentuan
dosis obat, penyediaan dan pelayanan obat, petunjuk pemakaian obat,
bentuk sediaan yang tepat, cara pengemasan, pemberian label dan
kepatuhan penggunaan obat oleh penderita.
Penyimpangan
terhadap hal tersebut akan memberikan pelbagai kerugian. Dampak negatif
pemakaian obat yang tidak rasional sangat luas, namun secara ringkas
dampak tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Dampak terhadap mutu pengobatan dan pelayanan.
Beberapa
kebiasaan peresepan yang tidak rasional akan mempengaruhi mutu
pengobatan dan pelayanan secara langsung atau tidak langsung. Secara
luas juga dampak negatifnya terhadap upaya penurunan mortalitas dan
morbiditas penyakit-penyakit tertentu. Misalnya kebiasaan untuk selalu
memberikan antibiotik dan antidiare terhadap kasus-kasus diare akut,
dengan melupakan pemberian oralit yang memadai - niscaya sangat
merugikan terhadap upaya penurunan mortalitas diare.
2. Dampak terhadap Efek Samping Obat (ESO)
Masalah
efek samping obat dianggap tidak kalah penting dengan masalah efek
terapi obat. Dampak negatif dari efek samping obat ini kurang banyak
disadari oleh para penulis resep. Efek samping obat merupakan reaksi
yang sifatnya merugikan si pemakai dan timbulnya pada penggunaan obat
dengan dosis terapi, diagnostik atau profilaksis.
Kemungkinan
resiko efek samping obat dapat diperbesar oleh penggunaan obat yang
tidak rasional. Hal ini dapat dilihat secara individual pada
masing-masing pasien atau secara epidemiologik dalam tingkat populasi.
Pemakaian
obat yang berlebihan baik dalam jenis maupun dosis, jelas akan
meningkatkan resiko efek samping. Pemakaian antibiotika secara
berlebihan juga dikaitkan dengan meningkatnya resistensi kuman terhadap
antibiotik yang bersangkutan dalam populasi.
Hampir sebagian
besar efek samping obat terjadi pada sistem gastrointestinal, sistem
hemopoetika, kulit, saraf, kardiovaskuler, dan sistem respirasi.
3. Dampak terhadap biaya pelayanan pengobatan.
Pemakaian
obat-obatan tanpa indikasi yang jelas, untuk kondisi-kondisi yang
sebetulnya tidak memerlukan terapi obat, merupakan pemborosan baik
dipandang dari sisi pasien maupun sistem pelayanan. Dokter mungkin
kurang memperhatikan dampak ekonomi ini, tetapi bagi pasien yang harus
membayar atau sistem pelayanan yang harus menanggung ongkos pengobatan,
hal ini akan sangat terasa. Kebiasaan peresepan yang terlalu tergantung
pada obat-obat paten yang mahal, jika ada alternatif obat generik dengan
mutu dan keamanan yang sama, jelas merupakan beban dalam pembiayaan dan
merupakan salah satu bentuk ketidak rasionalan.
Beberapa
penelitian yang dilakukan Dit. Jen. POM menemukan bahwa 60-65 % biaya
obat pada ISPA non pneumonia digunakan untuk antibiotika yang sebenarnya
tidak diperlukan. Satu hal yang mungkin sering dilupakan oleh praktisi
medik adalah meresepkan obat yang harganya tidak terjangkau oleh pasien.
Meskipun kecil presentasenya, sekitar 15,4 % pasien ternyata hanya
membeli sepertiga hingga setengah bagian dari resep antibiotika.
Sehingga pada akhirnya pasienlah yang mendapat dampak negatif peresepan
tersebut seperti misalnya risiko terjadinya resistensi bakteri karena
kurang adekuatnya pemakaian antibiotika.
4. Dampak psikososial
Pemakaian obat yang berlebihan oleh dokter sering akan
memberikan pengaruh psikologik pada masyarakat. Masyarakat menjadi
terlalu tergantung kepada terapi obat walaupun intervensi obat belum
tentu merupakan pilihan utama untuk kondisi tertentu. Hal ini akan
merangsang pola self medication yang tak terkendali ada masyarakat.
Bentuk peresepan yang sifatnya ”pemaksaan” vitamin dan obat penambah
nafsu makan pada anak-anak merupakan contoh khas penggunaan obat yang
tidak rasional. Peresepan ini seakan-akan memberi kesan bahwa obat-obat
vitamin pada anak-anak adalah esensial untuk kesehatan, yang pada
hakekatnya obat-obat vitamin tersebut tidak lebih dari plasebo yang
harus dibayar mahal yang melebihi dari harga makanan yang memiliki
nutrisi tinggi. Dalam klinik juga dirasakan, karena terlalu percaya pada
pemberian antibiotika profilaksis, tindakan-tindakan aseptis pada
pembedahan menjadi tidak atau kurang diperhatikan secara ketat.
Sebenarnya dampak psikososial ini dapat dihindari dengan
memberikan informasi dan edukasi secara benar kepada masyarakat. Dan
tidak kalah pentingnya adalah kesadaran dari petugas kesehatan untuk
melaksanakan pengobatan rasional.
--sumber : http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=59&Itemid=9
StaTiStik
Categories
- Anatomi dan Fisiologi (4)
- Asuhan Keperawatan (ASKEP) (4)
- Daftar Alamat Dinas Instansi (2)
- Data Pegawai (1)
- Farmasi (33)
- Gigi dan Mulut (3)
- Gizi (6)
- Imunisasi (1)
- ISPA (2)
- Jaminan Kesehatan (1)
- Ka. UPTD PKM GM (1)
- Kab.Muara Enim (1)
- KB (11)
- Kegiatan PKM GM (2)
- Kesehatan Lingkungan (Kesling) (6)
- Kesehatan Reproduksi (KESPRO) (5)
- KIA (4)
- Narkoba (2)
- Obat (14)
- Pedoman dan Juknis (1)
- Penyakit (25)
- Posyandu (3)
- Posyandu Lansia (1)
- PPGD (7)
- PPGD (Gawat Darurat) (1)
- Profil Puskesmas (6)
- Program Puskesmas (2)
- Protap Emergency (7)
- Protap Penyakit (8)
- Puskesmas (4)
- Rumah Sakit (1)
- Seputar Ibu Hamil (15)
- Simbol Obat (2)
- Software (3)
- Tips Sehat (2)
- VISI DAN MISI (1)
- Web Links (2)
- pkmgunungmegang.blogspot.com
- Merupakan puskesmas Rawat Inap / UGD yg terletak di Kecamatan Gunung Megang, membawahi Kec. Gn.Megang & Kec Benakat dengan keseluruhan adalah 14 desa wilayah kerja
Creator
Sabtu, 21 Juli 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar