Secara ringkas, pengertian dari meningitis adalah inflamasi pada 
meningen atau membran (selaput) yang mengelilingi otak dan medula 
spinalis. Penyebab meningitis meliputi:
1) bakteri, piogenik yang disebabkan oLeh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil influensa;
2) virus, yang disebabkan oleh agens-agens virus yang sangat bervariasi; dan
3) organisme jamur.Patofisioiogi
Patofisiologi klien dengan meningitis dapar dilihat pada gambar di bawah ini:
Patofisiologi Meningitis
Anamnesis
Anamnesis
 pada meningitis meliputi keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, 
riwayat penyakit dahulu, dan pengkajian psikososial (pada anak perlu 
dikaji dampak hospitalisasi.
Keluhan utama
Hal yang sering 
menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk meminta 
pertolongan keschatan adalah suhu badan tinggi, kejang, dan penurunan 
tingkat kesadaran.
Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat 
penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman penyebab.
 Di sini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti 
kapan mulai terjadinya serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada 
pengkajian klien dengan meningitis biasanya didapatkan keluhan yang 
berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan tekanan intrakranial. 
Keluhan tersebut di antaranya sakit kepala dan demam adalah gejala awal 
yang sering. Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu 
berat dan sebagai akibat iritasi meningen. Demam umumnya ada dan tetap 
tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu mendapat 
perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat 
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan 
tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang 
tersebut. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran 
dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori 
biasanya merupakan awal adanya penyakit. Perubahan yang terjadi 
bergantung pada beratnya penyakit, demikian pula respons individu 
terhadap proses fisiologis. Keluhan perubahan perilaku juga umum 
terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargik, tidak 
responsif, dan koma. Pengkajian lainnya yang perlu ditanyakan seperti 
riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah menjalani tindakan 
invasif yang memungkinkan masuknya kuman ke meningen terutama tindakan 
melalui pembuluh darah.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pengkajian 
penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya huhungan 
atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien 
mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, 
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, 
riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh immunologis pada masa 
sebelumnya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada klien terutama
 jika ada keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat 
anti tuberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis 
tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
 seperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik
 dan reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat 
menambah komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat 
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan data 
dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan 
selanjutnya.
Pengkajian psikososiospiritual
Pengkajian 
psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan 
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, 
kognitif, dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat 
diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan
 pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan 
pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan
 pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting 
untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
 perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau 
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun 
dalam masyarakat. Apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul 
seperti ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk 
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang 
salah (gangguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme 
koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stres, 
meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini 
yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat stres.
Pada 
pengkajian pada klien anak perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada 
anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan rerhadap 
tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini
 memberi dampak stres pada anak dan menyebabkan anak kurang kooperatif 
terhadap tindakan keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang 
terbaik dilaksanakan saat observasi anak-anak bermain atau selama 
berinteraksi dengan orang tua. Anak-anak sering kali tidak mampu untuk 
mengekspresikan perasaan mereka dan cenderung untuk memperlihatkan 
masalah mereka melalui tingkah laku.
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital (TTV)
Pada
 klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh tubuh dari 
normal 38-41° C, dimulai pada fase sistemik, kemerahan, panas, kulit 
kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses 
inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu
 tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan
 TIK. Jika disertai peningkatan frekuensi napas sering kali berhubungan 
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem 
pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD) biasanya 
normal atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan 
TIK.
B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi 
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan 
frekuensi napas yang sering didapatkan pada klien meningitis yang 
disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi toraks hanya 
dilakukan jika terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan 
efusi pleura massif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). 
Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan 
meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
B2 (Mood)
Pengkajian
 pada sistem kardiovaskular terutama dilakukan pada klien meningitis 
pada tahap lanjOt seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok).
 Infeksi fulminasi terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis 
meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia: demam tinggi yang tiba-tiba
 muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), 
syok dan tanda-tanda koagulasi intravaskular diseminata (CID). Kematian 
mungkin terjadi dalam beberapa jam setelah serangan infeksi.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Pengkajian
 Tingkat Kesadaran. Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang 
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan 
pengkajian. Tingkar kewaspadaan klien dan respons terhadap lingkungan 
adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persaralan. 
Beberapa sistem digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam 
kewaspadaan dan keterjagaan.
Pada keadaan lanjut tingkat 
kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat letargi, 
stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma maka penilaian
 GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan 
evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
Pengkajian Fungsi Serebral.
Status
 mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gays bicara, ekspresi
 wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut 
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
Pengkajian Saraf Kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I-XII.
• Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
•
 Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan 
papiledema mungkin didapatkan terurama pada meningitis supuratif 
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya 
pen ingka tan TIK berlangsung lama.
• Sarni III, IV, dan VI. 
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang tidak 
disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut 
meningitis yang retail mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari 
fungsi dan reaksi pupil akin didapatkan. Dengan alasan yang tidak 
diketahui, klien meningitis mengelith mengalami fotofobia atau sensitif 
yang berlebihan terhadap cahaya.
• Saraf V. Pada klien meningitis 
umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan refleks kornea 
biasanya tidak ada kelainan.
• Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
• Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
• Saraf IX dan X. Kemampuan menelan baik.
•
 Sara XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. 
Adanya usaha dad klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk 
(rigiditas nukal)
• Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
Pengkajian
 Sistem Motorik. Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan 
koordinasi pada meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
Pengkajian
 Refleks. Pemeriksaan refleks profunda, pengetukan pada tendon, 
ligamentum arau periosteum derajat refleks pada respons normal. Refleks 
patologis akan didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran
 koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda lesi UMN.
• 
Gerakan Involunter Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan distonia. 
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, rerutama 
pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi.
 Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang 
terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
Pengkajian Sistem Sensorik.
Pemeriksaan
 sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, suhu 
yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi 
propriosefsi, dan diskriminarif normal.
Pemeriksaan fisik lainnya
 terutama yang herhubungan dengan peningkatan TIK (tekanan 
intrakranial). Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat 
purulen dan edema serebral terdiri atas: perubahan karakterisrik 
tanda-tanda vital (melebarnya tekanan nadi dan bradikardia). Pernapasan 
tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan penurunan tingkat kesadaran. 
Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang mencolok pada meningitis 
meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua klien 
dengan ripe meningitis mengembangkan lesi-lesi pada k Mit di antaranya 
roam petekie dengan lesi purpura sampai ekimosis pada daerah yang luas. 
lritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang 
umumnya terlihat pada semua ripe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku 
kuduk, tanda Kernig (+), dan adanya tanda Brudzinski.
• Kaku Kuduk
Kaku
 kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami 
kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan 
menyebabkan nyeri berat.
• Tanda Kernig Positif
Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arab abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
• Tanda Brudzinski
Tanda
 ini didapatkan jika !cher klien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan 
pinggul; jika dilakukan fleksi pasif pada eksrremitas bawah pada salah 
satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang 
berlawanan.
B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan 
biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine, hal ini 
berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke 
ginjal.
B5 (Bowel)
Mual sampai munrah disebabkan peningkatan 
produksi asam lambung. Pementihan nutrisi pada klien meningitis menurun 
karena anoreksia dan adanya kejang.
B6 (Bone)
Adanya bengkak 
dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lunit dan pergetangan kaki).
 Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh roam. Pada pen ya kit yang
 berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstremitas. 
Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelernahan fisik 
secara mum sehingga mengganggu ADL.
Pengkajian pada Anak
Pengkajian
 pada anak sedikit berbeda dengan klien dewasa, hal ini disebabkan 
pengkajian anamnesis lebih banyak pada orang tua dan pemeriksaan fisik 
yang berbeda karena belum sempurnanva organ pertumbuhan terutama pada 
neonatus. Pengkajian yang biasa didapatkan pada anak bergantung pada 
luasnya penyebaran infeksi di meningen dan usia anak. Hal lain yang 
memengaruhi klinis pada anak adalah jenis organisme yang menginvasi 
meningen dan seberapa keefektifan pemberian dari terapi, dalam hal ini 
adalah jenis antibiotik yang dipakai sangat berpengaruh terhadap klinis 
pada anak. Untuk memudahkan penilaian klinis, gejala pada meningitis 
pada anak dibagi menjadi tiga, yaitu anak, bayi, dan neonatus.
Pada
 anak manifestasi klinis timbulnya sakit secara tiba-tiba, adanya demam,
 sakit kepala, papas dingin, muntah, dan kejang-kejang. Anak menjadi 
rewel ‘Jan agitasi, serta dapat berkembang fotofobia, delirium, 
halusinasi, tingkah laku yang agresif atau mengantuk stupor dan koma. 
Gejala atau gangguan pada sistem pernapasan atau gastrointestinal 
seperti sesak napas, muntah dan diare. Tanda yang khas adalah adanya 
tahanan pada kepala jika difleksikan, kaku kuduk, tanda Kernig dan 
Brudzinski (+). Akibat perfusi yang tidak optimal biasanya memberikan 
tanda klinis kulit dingin dan sianosis. Gejala lainnya yang lebih 
spesifik seperti peteki (adanya purpura pada kulit) sering didaparkan 
apabila anak mengalami infeksi meningokokus (meningokoksemia), keluarnya
 cairan dari telinga merupakan gejala khas pada anak yang mengalami 
meningitis pneumococal dan congenital dermal sinus terutama disebabkan 
oleh infeksi E. Colli.
Pada bayi manifestasi klinisnya biasanya 
tampak pada anak usia 3 bulan sampai 2 tahun dan sering ditemukan adanya
 demam, nafsu makan menurun, muntah, newel, mudah lelah dan 
kejang-kejang, sena menangis meraung-raung. Tanda khas di kepala adalah 
fontanel menonjol. Regiditas nukal merupakan tanda meningitis pada anak,
 sedangkan tanda-tanda Brudzinski dan Kernig dapat terjadi namun lambat 
atau ada pada kasus meningitis tahap lanjut.
Pada neonatus 
biasanya masih sulit untuk diketahui karena manifestasi klinisnya tidak 
jelas dan tidak spesifik, namun pada beberapa keadaan gejalanya 
mempunyai kemiripan dengan anak yang lebih tua, neonatus biasanya 
menolak untuk makan, kemampuan untuk menetek buruk, gangguan 
gastrointestinal berupa muntah dan kadang-kadang diare. Tonus otot 
lemah, pergerakan melemah dan kekuatan menangis melemah. Pada kasus 
lanjut terjadi hipothermia/demam, ikterus, rewel, mengantuk, 
kejang-kejang, frekuensi napas yang tidak teratur/ apnoe, sianosis dan 
penurunan bcrat bahan, tanda fontanel menonjol mungkin ada atau tidak. 
Leher fleksibel dan tidak didaparkan adanya kaku kuduk. Pada fase yang 
lebih berat, terjadi kolaps kardiovaskular, kejang dan apnoe biasanya 
terjadi jika tidak diobati atau tidak dilakukan tindakan yang cepat.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
 diagnostik rutin pada klien meningitis, meliputi laboratoriurn klinik 
rutin (Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa). Pemeriksaan 
faal hemostasis diperlukan untuk mengetahui secara dini adanya DIC. 
Serum elektrolir dan glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya 
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi.
Pemeriksaan 
laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisis cairan otak. 
Lumbal pungsi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan 
tekanan intrakranial. Analisis cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, 
protein, dan konsentrasi glukosa. Kadar glukosa darah dibandingkan 
dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya, kadar glukosa cairan otak 
adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar 
glukosa cairan otaknya menu run dari nilai normal.
Untuk lebih 
spesifik mengetahui jenis mikroba, organism penyebab infeksi dapat 
diidentifikasi melalui kultur kuman pada cairan serebrospinal dan darah.
 Counter Immuno Electrophoreses (CIE) digunakan secara luas untuk 
mendeteksi antigen hakteri pada cairan tubuh, umumnya cairan 
serebrospinal dan urine.
Pemeriksaan lainnya diperlukan sesuai klinis
 klien, meliputi foto rontgen paru, dan CT scan kepala. CT scan 
dilakukan untuk menentukan adanya edema serebral atau penyakit saraf 
lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah 
sangat parah.
Pengkajian Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan
 medis lebih bersifat mengatasi etiologi dan perawat perlu menyesuaikan 
dengan standar pengobatan sesuai tempat bekerja yang berguna sehagai 
bahan kolaborasi dengan tim medis. Secara ringkas penatalaksanaan 
pengobatan meningitis, meliputi pemberian antibiotik yang mampu melewati
 darah—barier otak ke dalam ruang subaraknoid dalam konsentrasi yang 
cukup untuk menghentikan perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan 
sefalnposforin generasi keempat arau sesuai dengan hasil uji resistensi 
antibiotik agar pemberian antimikroba lebih efektif digunakan.
Diagnosis Keperawatan
1. Risiko peningkatan TiK yang berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema screbral.
2. Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan inflamasi dan edema pada otak dan men ingen.
3. Ketidakelektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi
sekret, penurunan kemampuan battik, dan peruhahan tingkat kesadaran.
4. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan perubahan tingkat
kesadaran, depresi pada pusat napas di otak.
5. Gangguan perfusi jaringan perifer yang berhubungan dengan infeksi meningokokus.
6. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi pada meninges dan jaringan otak.
7. Hipertemia yang berhubungan dengan inflamasi pada meninges, peningkatan metabolisme umum.
8. Risiko tinggi deficit caftan yang berhubungan dengan muntah dan demam.
9. Risiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan asupan nutrisi tidak adekuat, mual, dan muntah.
10. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.
11. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum.
12. Risiko tinggi koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan prognosis penyakit.
13. Ansietas yang berhubungan dengan parahnya kondisi.
Perencanaan
Sasaran klien dapat meliputi adanya peningkatan perfusi jaringan ke otak dan tidak terjadinya peningkatan TIK.
Daftar Pustaka Asuhan Keperawatan – Askep Meningitis
Pengantar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem Persarafan Oleh Arif Muttaqin
http://fkunhas.com/asuhan-keperawatan-askep-meningitis-20101007801.html
StaTiStik
Categories
- Anatomi dan Fisiologi (4)
- Asuhan Keperawatan (ASKEP) (4)
- Daftar Alamat Dinas Instansi (2)
- Data Pegawai (1)
- Farmasi (33)
- Gigi dan Mulut (3)
- Gizi (6)
- Imunisasi (1)
- ISPA (2)
- Jaminan Kesehatan (1)
- Ka. UPTD PKM GM (1)
- Kab.Muara Enim (1)
- KB (11)
- Kegiatan PKM GM (2)
- Kesehatan Lingkungan (Kesling) (6)
- Kesehatan Reproduksi (KESPRO) (5)
- KIA (4)
- Narkoba (2)
- Obat (14)
- Pedoman dan Juknis (1)
- Penyakit (25)
- Posyandu (3)
- Posyandu Lansia (1)
- PPGD (7)
- PPGD (Gawat Darurat) (1)
- Profil Puskesmas (6)
- Program Puskesmas (2)
- Protap Emergency (7)
- Protap Penyakit (8)
- Puskesmas (4)
- Rumah Sakit (1)
- Seputar Ibu Hamil (15)
- Simbol Obat (2)
- Software (3)
- Tips Sehat (2)
- VISI DAN MISI (1)
- Web Links (2)
 
- pkmgunungmegang.blogspot.com
- Merupakan puskesmas Rawat Inap / UGD yg terletak di Kecamatan Gunung Megang, membawahi Kec. Gn.Megang & Kec Benakat dengan keseluruhan adalah 14 desa wilayah kerja
Creator
Senin, 05 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

 
 
 
 
 
 
 
0 komentar:
Posting Komentar